IMPIAN TERAKHIR
Kau akan meninggalkan dunia dengan wajah penuh seyum akibat sebuah impian.
- BG-
“Impian”…mungkin inilah yang masih membuat dia untuk terus hidup dan bertahan dari segala keadaan yang ada, hingga akhir.
Ayahku hanya seorang pengrajin besi. Dalam satu tahun, ia bekerja hampir setahun penuh. Bahkan tidak pernah berniat meninggalkan kota di mana ia tinggal. Apa yang menjadi tujuan hidupnya? Tak seorang pun tau akan hal itu. Bagi orang lain dan anak kecil sepertiku, mungkin mengganggap wajar hal itu karena ia memiliki keluarga yang harus di hidupinya.
Tetapi, dalam satu tahun terakhir keadaan ayahku berubah 180 derajat. Ia harus rela kehilangan pekerjaannya akibat penyakit yang di deritanya. Pembengkakkan Jantung. Begitulah vonis yang ia terima dari dokter.
Bangun di pagi hari, makan, minum, mandi menjadi aktivitasnya yang baru hanya untuk sekedar menyambung hidupnya. Matanya menatap kosong ke segala sudut di rumah, tetapi tetap keputus asaan yang ada pada dirinya. Untuk meminum obatnya saja dia perlu mengumpulkan secercah harapan pada dirinya.
Walaupun ia tau harapan untuk melihat anak anaknya bahagia adalah hal yang sangat mustahil bagi penderita seperti dia. Tetapi ia tetap tegar di hadapan kami, anak – anaknya. Ia tidak mau membebani pikiran dan hati kami. Hari – hari selanjutnya menjadi semakin sulit akibat ia mulai kehilangan fungsi tubuhnya. Ia mulai mengalami penurunan berat badan yang drastis.
Hingga suatu hari, ia memutuskan untuk meninggalkan kota di mana ia tinggal dan pergi ke kota lain untuk menemukan semangatnya yang baru. Ia menjalani hari – hari yang baru dengan kegiatan yang baru juga. Aku melihat ada secercah semangat di dalam dirinya. Baguslah pikiru.
Hal itu juga tidak berlangsung lama. Ia kembali ke kota asalnya dimana ia tinggal, Ia kembali dengan semangat baru. Tetapi tidak bagiku. Aku lebih suka menganggapnya “ pelarian “karena dia tidak mampu untuk hidup lebih lama lagi di dalam harapan “ kosong “ dan memilih untuk menghadapi hidupnya dengan sisa – sisa semangatnya.
Kembali ke aktivitas yang membosankan sudah bisa di duga. Ia tetap berusaha mencari sesuatu yang baru. Hingga keputus asaan benar benar ada di dalam dirinya. Ia mulai menyerah pada keadaan. Ia tidak lagi mematuhi aturan dokter dan meminum obat sesuai anjuran. Ia kehilangan kendali atas dirinya sendiri.
Semakin hari kesehatannya semakin buruk. Sampai pada suatu hari, di pagi yang cerah. tiba – tiba terlintas di benaknya untuk mengunjungi kampong halamannya semasa kecil. Ia pergi tanpa memperdulikan kesehatannya dan mungkin ia juga sudah bisa merasakan bahwa tidak lama lagi sesuatu akan terjadi pada dirinya.
Setelah menempuh perjalanan selama lebih kurang 1 jam dengan menggunakan bantuan org dan sepeda bertenaga mesin, akhirnya ia sampai pada tempat tujuannya. Mata nya langsung menuju suatu rumah yang tak jauh berada di depannya. Rumah itu tampak sudah tua, lapuk, berdebu dan lama sudah tak berpenghuni. Kenangan kenangan yang indah pun secara alami melintas di benaknya.
Bernostalgia dengan kenangan kenangan masa kecil tentu sangat indah. Setelah merasa smua cukup baginya. Ia segera menempuh jalan pulang kembali ke rumah. Bagaikan lilin yang hendak padam, maka nyala api akan terasa lebih terang. Begitu pula semangat yang terlihat di dirinya sekarang.
Tepat beberapa minggu setelah kejadian itu di suatu pagi yang cerah dan orang – orang terlihat lagi sibuk. Ayahku menghebuskan nafas terakhir yang di berikan TUHAN padanya. Dia menghembuskannya dengan suatu senyuman yang sangat tulus tanpa beban dan pergi dengan tenang untuk selama lamanya. Dia pergi dengan membawa sejuta kenangan kenangan indah yang ada di dalam dirinya. Aku berpikir mungkinkah ini yang menjadi impian terakhir dari Ayahku. Kalau benar begitu maka ayahku adalah orang yang paling beruntung, di kala penyakit sedang menggrogoti tubuhnya, ia tetap berusaha mewujudkan impiannya dengan sekuat tenaga hingga membuat kami mengerti apa arti di balik senyuman nya yang terakhir. Thank’s my father.
: )=
Kau akan meninggalkan dunia dengan wajah penuh seyum akibat sebuah impian.
- BG-
“Impian”…mungkin inilah yang masih membuat dia untuk terus hidup dan bertahan dari segala keadaan yang ada, hingga akhir.
Ayahku hanya seorang pengrajin besi. Dalam satu tahun, ia bekerja hampir setahun penuh. Bahkan tidak pernah berniat meninggalkan kota di mana ia tinggal. Apa yang menjadi tujuan hidupnya? Tak seorang pun tau akan hal itu. Bagi orang lain dan anak kecil sepertiku, mungkin mengganggap wajar hal itu karena ia memiliki keluarga yang harus di hidupinya.
Tetapi, dalam satu tahun terakhir keadaan ayahku berubah 180 derajat. Ia harus rela kehilangan pekerjaannya akibat penyakit yang di deritanya. Pembengkakkan Jantung. Begitulah vonis yang ia terima dari dokter.
Bangun di pagi hari, makan, minum, mandi menjadi aktivitasnya yang baru hanya untuk sekedar menyambung hidupnya. Matanya menatap kosong ke segala sudut di rumah, tetapi tetap keputus asaan yang ada pada dirinya. Untuk meminum obatnya saja dia perlu mengumpulkan secercah harapan pada dirinya.
Walaupun ia tau harapan untuk melihat anak anaknya bahagia adalah hal yang sangat mustahil bagi penderita seperti dia. Tetapi ia tetap tegar di hadapan kami, anak – anaknya. Ia tidak mau membebani pikiran dan hati kami. Hari – hari selanjutnya menjadi semakin sulit akibat ia mulai kehilangan fungsi tubuhnya. Ia mulai mengalami penurunan berat badan yang drastis.
Hingga suatu hari, ia memutuskan untuk meninggalkan kota di mana ia tinggal dan pergi ke kota lain untuk menemukan semangatnya yang baru. Ia menjalani hari – hari yang baru dengan kegiatan yang baru juga. Aku melihat ada secercah semangat di dalam dirinya. Baguslah pikiru.
Hal itu juga tidak berlangsung lama. Ia kembali ke kota asalnya dimana ia tinggal, Ia kembali dengan semangat baru. Tetapi tidak bagiku. Aku lebih suka menganggapnya “ pelarian “karena dia tidak mampu untuk hidup lebih lama lagi di dalam harapan “ kosong “ dan memilih untuk menghadapi hidupnya dengan sisa – sisa semangatnya.
Kembali ke aktivitas yang membosankan sudah bisa di duga. Ia tetap berusaha mencari sesuatu yang baru. Hingga keputus asaan benar benar ada di dalam dirinya. Ia mulai menyerah pada keadaan. Ia tidak lagi mematuhi aturan dokter dan meminum obat sesuai anjuran. Ia kehilangan kendali atas dirinya sendiri.
Semakin hari kesehatannya semakin buruk. Sampai pada suatu hari, di pagi yang cerah. tiba – tiba terlintas di benaknya untuk mengunjungi kampong halamannya semasa kecil. Ia pergi tanpa memperdulikan kesehatannya dan mungkin ia juga sudah bisa merasakan bahwa tidak lama lagi sesuatu akan terjadi pada dirinya.
Setelah menempuh perjalanan selama lebih kurang 1 jam dengan menggunakan bantuan org dan sepeda bertenaga mesin, akhirnya ia sampai pada tempat tujuannya. Mata nya langsung menuju suatu rumah yang tak jauh berada di depannya. Rumah itu tampak sudah tua, lapuk, berdebu dan lama sudah tak berpenghuni. Kenangan kenangan yang indah pun secara alami melintas di benaknya.
Bernostalgia dengan kenangan kenangan masa kecil tentu sangat indah. Setelah merasa smua cukup baginya. Ia segera menempuh jalan pulang kembali ke rumah. Bagaikan lilin yang hendak padam, maka nyala api akan terasa lebih terang. Begitu pula semangat yang terlihat di dirinya sekarang.
Tepat beberapa minggu setelah kejadian itu di suatu pagi yang cerah dan orang – orang terlihat lagi sibuk. Ayahku menghebuskan nafas terakhir yang di berikan TUHAN padanya. Dia menghembuskannya dengan suatu senyuman yang sangat tulus tanpa beban dan pergi dengan tenang untuk selama lamanya. Dia pergi dengan membawa sejuta kenangan kenangan indah yang ada di dalam dirinya. Aku berpikir mungkinkah ini yang menjadi impian terakhir dari Ayahku. Kalau benar begitu maka ayahku adalah orang yang paling beruntung, di kala penyakit sedang menggrogoti tubuhnya, ia tetap berusaha mewujudkan impiannya dengan sekuat tenaga hingga membuat kami mengerti apa arti di balik senyuman nya yang terakhir. Thank’s my father.
: )=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar